Surabaya (prapanca.id) – Artificial intelegent (AI) atau kecerdasan buatan adalah bidang ilmu komputer yang dikhususkan untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya terkait dengan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, penciptaan, dan pengenalan gambar.
Kini beberapa media di Indonesia, baik media online maupun televisi kerap memanfaatkan kecanggihan teknologi tersebut. Seperti tahun lalu, TV One mengumumkan bahwa beberapa pembawa beritanya adalah AI.
Dari fenomena tersebut, apakah keberlangsungan pekerja media akan tergerus dan terancam oleh kecanggihan AI dikemudian hari?
Pertanyaan itulah yang coba dijawab oleh salah satu dosen Stikosa AWS Ratna Puspitasari atau yang kerap disapa Pipit ini. Kata dia, AI sejatinya muncul sebagai teknologi yang dapat mempermudah dalam mencari ide kreatif. Misalnya untuk pembuatan teks artikel, gambar, desain, dan masih banyak lagi.
Meski begitu, ia mengatakan, penggunan AI harus ada batasannya. Maka hal itulah yang menjadi tantangan bagi manusia untuk menciptakan tulisan yang lebih berkualitas dan tidak bisa ditiru oleh AI
“Misalnya tulisan yang bersifat kemanusiaan atau ada sentuhan humanismenya itu biasanya ada di tulisan manual buatan manusia. Kalau AI kan dari sistem, jadi tidak sebanding dengan tulisan yang dibuat manusia itu sendiri,” jelasnya dosen sekaligus Wakil Ketua 1 Stikosa AWS
Sama halnya dengan penyiar yang menggunakan AI seperti yang dilakukan Tv One. Menurut Pipit penggunaan AI tidak akan menggantikan sisi humanisme yang dihadirkan oleh manusia itu sendiri
“Contoh ketika reporter melakukan repotase langsung di lokasi bencana yang menyentuh perasaan. Kalau pembawa beritanya AI jatuhnya datar dan tidak bisa menghadirkan sisi kemanusiaan di balik berita itu,” jabar lulusan S2 Media dan Komunikasi ini.
Selain mempermudah mencari ide kreatif dalam penulisan artikel. AI juga berguna untuk mencari sumber-sumber referensi terkait dengan artikel penulisan. Jadi baginya kehadiran AI bukanlah sebuah ancaman.
“Sebenarnya segala sesuatu juga ada ancamannya, jika kita tidak mengantisipasinya. Maka kita perlu meningkatkan kemampuan yang sekiranya tidak mampu dihadirkan oleh teknologi tersebut,” urai perempuan asal Solo ini.
Maka dari itu, menurutnya media Indonesia saat ini baiknya mengkonvergensikan antara teknologi AI dengan kemampuan manusia asli dalam sebuah karya secara langsung
“Karena ketika kita mampu mengsinergikan dua hal tersebut. Maka pasar atau audience yang kita jangkau akan jauh lebih luas, sehingga kita bisa merasakan juga kebermanfaatan dari adanya teknologi AI,” pungkasnya. (jel)